Rabu, 26 Oktober 2016

Islam dan Ngopi


Hubungan Kopi dengan Islam

Al-'Allamah Al-Arif Billaah KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al-Banjari atau Abah Guru Sekumpul (lahir 11 Februari 1942 di Tunggul Irang, Martapura dan meninggal juga di Martapura pada tanggal 10 Agustus tahun 2005) pernah mengijazahkan ini, dari maqalah Al-Imam Al-Quthb Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas (1257 H/1837 M - 1334 H/1914 M) di kitab Ash-Shufiyatu fil Miizaan.

Beliau menukil keterangan dari gurunya Al-Imam Al-Quthb Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Atthas (lahir di Hadhramaut 1327H/1909 M dan wafat 1416 H/1995 M), sungguh dia berkata :
Sayyid Ahmad bin 'Ali Al-Qadimi bertemu dengan Rasulullah ﷺ dalam keadaan terjaga (yaqodzotan), dia berkata : “Wahai Rasulullah, aku ingin mendengarkan sebuah hadits darimu langsung, dengan tanpa perantara”.
Rasulullah ﷺ bersabda : “Aku mengajarkan kepadamu tiga hadits...
Pertama : “Selagi aroma kopi masih melekat pada bibir/mulut manusia maka para malaikat akan selalu ber-istighfar (memintakan ampun) kepadanya.”
Ke-dua : “Siapa yang mengambil (membawa) tasbihnya untuk berdzikir, maka ditetapkan baginya termasuk orang yang banyak berdzikir/ahli dzikir, dia gunakan berdzikir atau tidak melakukan dzikir.”
Ke-tiga : “Siapa yang berkumpul/semajlis dengan waliyullah (kekasih Allah) baik dalam keadaan hidup atau setelah wafat maka dia bagaikan menghamba kepada Allah hingga bumi terbelah-belah (diampuni dosanya dan ditulis beribadah dari lahir sampai mati).”

Dan lagi berkata Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Atthas (Qaddasallaahu sirrah) : “Sungguh semua tempat yang tidak dihuni manusia akan dihuni bangsa Jin, dan tempat yang dipakai buat ngopi tidak akan dihuni oleh bangsa Jin, bahkan tidak akan didekati oleh mereka.”

Diriwayatkan, Al-Imam Al-'Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad (1044 - 1132 H) Shahibur Ratib Haddad, mimpi bertemu dengan Rasulullah ﷺ.

Di dalam mimpinya Habib Abdullah berkata : “Ya Rasulullah berilah aku satu ucapanmu/Sabdamu yang belum pernah engkau sampaikan kepada para sahabat, aku minta khusus buatku langsung dari engkau ya Rasulullah.
Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya :
1. Siapa yang memegang tasbih maka dia dicatat sebagai orang yang bertasbih meskipun dia tidak bertasbih.
2. Siapa yang minum kopi selama aroma kopi itu masih ada di mulutnya malaikat memintakan ampun.” (kopi untuk pengajian/qiyamul lail dapat istighfar-nya malaikat).
3. Barangsiapa mengunjungi seorang wali yang masih hidup maupun telah meninggal dunia, maka ibadahnya mengunjungi wali itu lebih baik daripada ibadah selama 70 tahun sampai tulangnya putus-putus."

Inilah kenikmatan dari Allah SWT melalui salah satu Dzurriyah/keturunan Rasulullah ﷺ yang mulia kedudukan lahir dan bathinnya di hadapan kakek beliau yang agung Sayyidina Muhammad ﷺ.

Sejarah Kopi dan Ngopi dalam Islam

Sebuah manuskrip tentang budaya Muslim di abad ke-15 M menyebutkan, kopi mulai dikenal dalam budaya umat Islam pada sekitar tahun 1400 M. Kopi itu dibawa masyarakat Yaman dari Ethiopia. Orang Afrika, terutama Ethiopia, telah mengenal kopi sejak tahun 800 SM. Saat itu, mereka mengkonsumsi kopi yang dicampur dengan lemak hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi tubuh.

Sumber lain, yakni kesaksian dari ilmuwan Muslim terkemuka, Ar-Roziy (865 - 925 M) dan Ibnu Sina (980 - 1037 M), menyatakan kopi telah dikenal di kalangan umat Islam pada awal abad ke-10 M. Minuman ini pertama kali dinikmati dan dibudidayakan oleh masyarakat Yaman. Mereka menyebut minuman kopi sebagai Al-Qahwah. Konon, peminum pertama kopi adalah kaum sufi yang menggunakannya sebagai stimulan agar tetap terjaga selama berdzikir pada malam hari.

Al-Imam Al-'Allamah Najmuddin Al-Ghazziy seorang pakar sejarah mencatatkan dalam kitab Al-Kawakib As-Sairah fi A'yan Al-Miah Al-A'syirah bahwa : "Orang yang pertama kali menjadikan kebiasaan minum kopi sebagai minuman berkhasiat adalah Syaikh Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus, beliau membuat racikan kopi dari buah pohon Bun."

Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad Al-Husainy Al-Hadramy (1070 H-1113 H) dari marga Al-Aydrus mengatakan dalam kitabnya Linaasush Shafwah bi Anfaasil Qahwah: "Biji kopi baru ditemukan pada akhir abad 8 H di Yaman oleh penemu kopi Mukha, Imam Abul Hasan 'Ali Asy-Syadziliy bin Umar bin Ibrahim bin Abi Hudaimah Muhammad bin Abdullah bin Al-Faqih Muhammad Disa’in (nasabnya bersambung hingga kepada seorang sahabat bernama Khalid bin Asad bin Abil Ish bin Umayyah Al-Akbar bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay). Beliau adalah pengikut tarekat Syadziliyah, bukan pendirinya (karena pendiri tarekat Syadziliyah, Imam Abu Hasan Asy-Syadziliy telah wafat pada tahun 828 H)."

Dalam penemuan biji kopi, Imam Abul Hasan Asy-Syadziliy mendahului Imam Abu Bakar Al-Aydrus. Sehingga Imam Abul Hasan adalah penemu biji kopi, sedangkan Imam Abu Bakar Al-Aydrus adalah penyebar kopi di berbagai tempat.
Beliau menggubah syair mengenai kopi sebagai berikut:
"Wahai orang-orang yang asyik dalam cinta sejati dengan-Nya, kopi membantuku mengusir kantuk.
Dengan pertolongan Allah, kopi menggiatkanku taat beribadah kepada-Nya di kala orang-orang sedang terlelap."

Qahwah (kopi) :
- 'qaf' adalah quut (makanan),
- 'ha' adalah hudaa (petunjuk),
- 'wawu' adalah wud (cinta),
- dan 'ha' adalah hiyam (pengusir kantuk).

"Janganlah kau mencelaku karena aku minum kopi, sebab kopi adalah minuman para junjungan yang mulia."

Al-Imam Al-Quthb Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus (851 - 914 H) berkata tentang kopi yang digemarinya:
"Wahai qahwatul bunn (kopi)!
Huruf 'qaf' di awalmu adalah quds (kesucian),
huruf kedua 'ha' adalah hudaa (petunjuk), dan
huruf ketigamu adalah 'wawu'.
Huruf keempatmu adalah 'ha',
berikutnya 'alif' adalah ulfah (keakraban),
'lam' sesudahnya adalah lutfh (belas kasih dari Allah).
'ba' adalah basth (kelapangan), dan
'nun' adalah nur (cahaya).
Oh, kopi, kau laksana purnama yang menerangi cakrawala."

Al-Imam Hamzah bin Abdullah bin Muhammad An-Nasyiriy Al-Yamaniy Asy-Syafi’i (832 - 936 H) penduduk Zabid adalah seorang sastrawan ulung yang ahli tumbuh-tumbuhan. Beliau menggubah seribu bait nadzam mengenai kemukjizatan Al-Qur'an, menulis kumpulan fatwa, dan menggubah nadzam lebih dari 80 bait mengenai manfaat kopi, yang antara lain isinya adalah kopi bisa membangkitkan semangat seseorang dan mengantarkannya mencapai kesuksesan.

Disebutkan dalam kitab Al-Linas bahwa huruf 'ba' dan 'nun' pada kata bunn (kopi), masing-masing berarti bidayah (permulaan) dan nihayah (akhir/puncak), yakni mengantarkan seseorang dari awal langkah hingga akhir/sampai sukses.

Dari Yaman, keharuman kopi merebak ke berbagai kawasan di sekitarnya, lalu ke Eropa, Amerika, dan akhirnya mendunia. Para pelancong, peziarah, dan pedaganglah yang membawa kopi melanglang buana.

Al-'Allamah Abdul Qadir bin Muhammad Al-Jaziriy dalam kitabnya Umdatush Shafwah (Argumen Penggunaan Kopi) memerinci tentang bagaimana kopi mencapai Kairo, Mesir. Dikatakan, pada pertengahan abad ke-16 M, kopi dibawa oleh para siswa Al-Azhar berkebangsaan Yaman untuk meningkatkan stamina mereka. Dari kalangan terdidik Al-Azhar, kopi segera memasuki jalan-jalan, toko-toko, dan rumah tinggal di kota itu.

Sebelumnya, yakni pada awal abad ke-15 M, kopi telah mencapai Turki. Warung kopi pertama di negeri ini berdiri pada 1475 M di Istanbul. Namanya, warung kopi Kiva Han.

Dalam kitabnya, Al-Jaziriy sekaligus menanggapi perdebatan agama tentang manfaat dan boleh-tidaknya minum kopi di bawah hukum Islam. Ini adalah dokumen tertua tentang sejarah, penggunaan, dan manfaat minum kopi di dunia Islam. Setelah melewati perdebatan panjang, kopi pun menjadi minuman tersohor di Makkah dan Madinah.

Dari interaksi para peziarah dan pedagang tadi, kopi kemudian menyebar ke luar kalangan Muslim. Penyebarannya di Eropa dimulai pada abad ke-17 M melalui kota-kota terkemuka, seperti Venesia, Marseilles, Amsterdam, London, dan Wina. Hal ini tentu saja berimbas pada nilai ekspor kopi Yaman yang melonjak tajam.

Pendapat Para Ulama tentang Kopi

Mayoritas ulama tidak meragukan lagi kehalalan kopi. Dalam kitab Syarh Al-’Ubab, Asy-Syaikh Ibnu Hajar menjelaskan bahwa menggunakan sesuatu yang jaiz sebagai sarana hukumnya tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Jika tujuannya untuk kebaikan maka penggunaan sarana tersebut bernilai pahala, dan jika tujuannya untuk maksiat maka bernilai dosa.

Dikutip oleh Al-Jaziriy dalam kitabnya Umdatush Shafwah fi Hukmil Qahwah, banyak ulama yang berfatwa mengenai hukum kebolehan meminum kopi seperti Syaikh Zakariya Al-Anshari, Syaikh Abdurrahman bin Ziyad, Syaikh Zarruq Al-Maliki Al-Maghribi, Syaikh Abu Bakar bin Salim Attarimi, dan Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.

Nama-nama yang telah disebut di atas merupakan tokoh-tokoh besar Sufi. Tidak hanya berfatwa bahkan banyak juga ulama yang telah mengarang kitab yang isinya membahas khusus mengenai hukum kopi dan faidah meminum kopi, di antaranya Al-'Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Aydrus dalam Risalah Inusi Ash-Shafwah bi Anfusi Al-Qahwah, juga Al-Imam Al-Faqih Syaikh Umar bin Abdullah Bamakhromah mengarang syair tentang kopi yang syairnya dikomentari oleh banyak ulama.

Asy-Syaikh Abdul Mu’thiy bin Hasan bin Abdullah bin Ahmad Bakatsir Al-Hadramiy (Makkah 905 - Ahmadabad India 989 H) juga putranya yang bernama Ahmad dan beberapa nama lain menggubah nadzam dalam untaian bait yang amat banyak yang berisi sanjungan terhadap kopi sebagai minuman yang amat bermanfaat untuk penggiat ibadah kepada Allah.

Perhatikan dua bait syair berikut:

قَدْ أَقْبَلَتْ وَ سَوَادُهَا يَتَوَقَّدُ وَ مِنَ الْعَجَائِبْ أَنْ يُضِيْئَ اْلأَسْوَدُ
بِسَوَادِهَا ابْيَضَّتْ قُلُوْبُ أُولِي النُّهَى بِسَوَادِهَا سَادَ السَّوَادَ وَ يُحْمَدُ

Kopi memang hitam tapi menyalakan semangat, bahkan memancarkan cahaya.
Hitamnya kopi membuat hati orang-orang kelas tinggi memutih, sehingga mereka terpuji melebihi kebanyakan manusia.

Lalu dari Indonesia juga ada Al-'Allamah Syaikh Ikhsan Jampes Kediri (1901 - 1952 M) dalam kitabnya Irsyadul Ikhwan fi Syurbil Qahwah wad Dukhan, juga Syaikh Abdul Qadir bin Syekh dalam kitab Shafwatush Shafwah fi Bayan Hukmil Qahwah. Juga dijelaskan dalam kitab Tarikh Ibnu Thayyib mengenai keutamaan kopi, dan banyak lagi ulama yang menjelaskan tentang kopi.

Al-Imam Asy-Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami (909 - 974 H) dalam syairnya mengatakan:

ثم اعلم ايها القلب المكروب أن هذه القهوه قد جعلها اهل الصفاء مجلبة للأسرار مذهبة للأكدار وقد اختلف في حلها اولا وحاصل ما رجحه ابن حجر في شرح العباب بعد ان ذكر أنها حدثت في اول قرن العاشر . ان للوسائل حكم المقاصد ،فمهما طبخت للخير كانت منه وبالعكس فافهم الأصل

“Lalu ketahuilah duhai hati yang gelisah bahwa kopi ini telah dijadikan oleh Ahli shafwah (orang-orang yang bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Tuhan, penghapus kesusahan. Para ulama berbeda pendapat akan kehalalannya, namun alhasil yang diunggulkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Syarhul 'Ubab setelah penjelasan bahwa asal usul kopi di awal abad 10 Hijriyah memandang dari qaidah ‘bagi perantara menjadi hukum tujuannya’ maka selama kopi ini dimasak untuk kebaikan maka mendapat kebaikannya begitu juga sebaliknya, maka fahami asalnya.”

Dalam Diwan Syaikh Bamakhromah beliau berkata : “Dalam gelas kerinduan itu membuat orang yang meminumnya berada dalam tingkatan para perindu dan memakaikannya pakaian ahli pecinta dalam kedekatan kepada Allah. Bahkan jika seandainya diminum oleh seorang Yahudi maka niscaya hatinya akan mendapatkan tarikan hidayah dan inayah Tuhan.”

Dan Al-'Allamah Al-Arif Billaah Al-Habib Abdurrahman Shofi Assegaf mengatakan : “…bahwa kopi yang disiapkan oleh para Sufi ini esensinya untuk menarik hati kepada Allah SWT maka pahamilah isyarah dan bedakan antara setiap argumentasi”.

Imam Ahmad As-Subki juga berkata :

قال احمد بن علي السبكى ; واما منافعها يعني القهوه تقريبا … فالنشاط للعبادة والأشغال المهمة وهضم الطعام وتحليل الرياح والقولنج والبلغم كثيرا

“Kopi manfaatnya yaitu kira-kira untuk membuat semangat ibadah dan pekerjaan penting juga menghancurkan makanan, agar tidak masuk angin dan menghilangkan dahak yang banyak.”

Ada juga yang menganggap kopi (qahwah) mirip dengan nama khamer, maka ulama memberikan jawaban dalam kitab Inasus Shafwah sebagai berikut : “Penamaan qahwah bagi sebagian orang dianggap menyerupai nama khamer, tentu tuduhan ini tidak mendasar karena tidak harus kesamaan nama juga menunjukkan sama maknanya, bahkan para shalihin dan shadat membuktikan bahwa kopi digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.”

Dalam Tarikh Ibnu Thayyib dikatakan:

يا قهوة تذهب هم الفتى # انت لحاوى العلم نعم المراد
شراب اهل الله فيه الشفا # لطالب الحكمة بين العباد
حرمها الله على جاهل # يقول بحرمتها بالعناد

“Kopi adalah penghilang kesusahan pemuda, senikmat-nikmatnya keinginan bagi engkau yang sedang mencari ilmu. Kopi adalah minuman orang yang dekat pada Allah di dalamnya ada kesembuhan bagi pencari hikmah di antara manusia. Kopi diharamkan bagi orang bodoh dan mengatakan keharamannya dengan keras kepala.”

Banyak ulama Sufi yang berkomentar tentang kopi yang pada prinsipnya mereka menggemari kopi karena dengan meminumnya mereka lebih giat beribadah, terutama pada malam hari ketika banyak manusia yang tertidur lelap.

Kesimpulannya, kopi merupakan minuman para sufi yang digunakan untuk taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT yang mana memiliki banyak faidah baik secara rohani ataupun medis.

Manfaat Meminum Kopi bagi Kesehatan

Kopi merupakan minuman yang sangat nikmat disajikan di segala kondisi. Kopi juga memiliki cita rasa yang khas yang sangat melekat di lidah penikmatnya. Kopi juga terbukti mengandung unsur kimia yang bisa menolak rasa kantuk dan ini sangat berfaedah sekali bagi orang yang ingin bergadang atau memiliki aktifitas malam hari.

Zat terpending yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein adalah senyawa kimia alkaloid dikenal sebagai trimetilsantin dengan rumus molekul C8H10N4O2. Jumlah kandungan zat kafein yang terdapat pada kopi adalah antara 1 hingga 1,5%.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa Ngopi dapat memicu seseorang untuk berpikir positif. Psikolog eksperimental, Lars Kuchinke beserta timnya dari Universitas Ruhr, Jerman meminta 66 relawan untuk memutuskan secepat mungkin apakah bentukan huruf yang ditampilkan pada komputer adalah kata-kata. Separuh relawan itu diberi tablet dengan kandungan 200 miligram kafein atau setara dengan dua hingga tiga cangkir kopi. Sementara sisanya diberi pil laktosa. Mereka diberikan tablet itu 30 menit sebelum pengujian. Hasilnya, relawan yang mengonsumsi tablet dengan kandungan kafein tujuh persen lebih akurat dalam mengenali kata-kata positif daripada kata-kata lainnya. Kuchinke berpendapat, mungkin ini karena kafein berfungsi merangsang bagian otak yang terhubung oleh segala hal positif.

Penelitian mengejutkan ternyata Ngopi dapat mencegah stroke dan serangan jantung. Kandungan dalam kopi dapat menghidarkan dari kita dari penyakit serangan jantung bahkan hingga stroke, Sebuah studi atas lebih dari 83.000 wanita berusia lebih dari 24 tahun menunjukkan mereka yang minum dua sampai tiga cangkir kopi sehari memiliki risiko terkena stroke 19% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak minum kopi. Studi terhadap sejumlah pria di Finlandia menunjukkan hasil sama. Mereka yang meninggal karena serangan jantung akibat Ngopi adalah mereka yang sebenarnya punya riwayat penyakit jantung.

Ngopi dapat memberi manfaat sebagai penambah stamina dan energi ekstra. Dahulu para ulama banyak yang ngopi agar bisa fresh dan lama saat berdzikir. Juga agar tidak mudah lelah untuk mengkaji kitab-kitab.

Mekanisme kerja zat kafein dalam tubuh bersaing dengan fungsi adenosin dalam tubuh kita. Adenosin sendiri merupakan senyawa yang terdapat dalam sel otak berfungsi membuat orang cepat tertidur. Kandungan kafein dapat memperlambat gerak sel-sel tubuh sehingga tubuh tidak mudah lelah/mengantuk, muncul perasaan segar, mata terbuka lebar, detak jantung lebih kencang, serta naiknya tekanan darah.

Ngopi dapat mengurangi sakit kepala dan migrain. Menurut Seimur Damond, M.D, dari Chicago™s Diamond Hadche Clinic. Bahwa kandungan kafein pada kopi dapat mengurangi derita sakit kepala. Penderita sakit kepala atau migran ringan terbukti dapat disembuhkan dengan meminum secangkir kopi

Minum kopi secara teratur sesuai dengan porsinya dapat memaksimalkan kerja otak lebih baik. Kandungan antioksidan pada kopi dapat menangkal kerusakan sel otak & membantu jaringan saraf untuk bekerja lebih baik. Sedangkan kandungan kafein dalam kopi berfungsi sebagai stimulan tubuh. Hal ini dapat merangsang indera kita serta meningkatkan laju metabolisme. Sehingga meningkatkan kemampuan dalam berkonsentrasi, mengatasi perubahan suasana hati bahkan depresi.

Dan masih banyak lagi khasiat yang didapat dari Ngopi.

Sumber :
https://ratibalhaddad.com/2016/02/24/keutamaan-kopi-dalam-islam/
http://nuurusyifa.blogspot.co.id/2015/04/sejarah-tentang-kopi-menurut-para-ulama.html
http://santri.net/manajemen-qalbu/kajian/manfaat-kopi-menurut-ulama/
http://miradaladiaries.blogspot.co.id/2010/09/di-masyarakat-kita-siapakah-yang-tak.html
http://griyasedekah.org/ngopi-dalam-islam.html

Jumat, 21 Oktober 2016

Syaikh Nawawi Al-Bantani Jelaskan Aqidah Aswaja; Allah Ada Tanpa Tempat


Salah seorang ulama terkemuka Indonesia yang sangat masyhur di dunia Islam, Asy-Syaikh al-‘Allamah al-Faqih Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi asy-Syafi’i (w 1314 H) telah menuliskan berbagai karya dalam penjelasan akidah Ahlussunnah. Dalam banyak karyanya beliau menjelaskan bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, dan bahwa Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah, di antaranya dalam kitab berjudul Ats-Tsimaral-Yani’ah dalam penjelasan sifat yang mustahil atas Allah; yaitu al-Mumatsalah Li al-Hawadits, beliau menuliskan sebagai berikut:

    "أو يكون تعالى في جهة للجرم بأن يكون عن يمينه أو شماله أوفوقه أو تحته أو أمامه أو خلفه، أو يكون له تعالى جهة بأن يكون له يمين أو شمال أوفوق أو تحت أو خلف أو أمام، أو يتقيد بمكان بأن يحل فيه بأن يكون فوق العرش"

“Contohnya, mustahil adanya Allah pada suatu arah dari suatu benda, seperti berada di samping kanan benda tersebut, atau di samping kirinya, atau di atasnya, atau di bawahnya, atau di depannya, dan atau di belakangnya. Demikian pula mustahil Allah berada pada arah, seperti arah kanan, arah kiri, arah atas, arah bawah, arah belakang, atau arah depan. Demikian pula mustahil Allah terliputi oleh tempat, atau menyatu di dalam tempat tersebut, seperti keyakinan adanya Allah bertempat di atas Arsy”[1].

Dalam kitab karya beliau yang lainnya berjudul Nur azh-Zhalam, Asy-Syaikh Nawawi al-Jawi menuliskan:

    "وكل ما خطر ببالك من صفات الحوادث لا تصدق أن في الله شيئامن ذلك، وليس له مكان أصلاً فليس داخلاّ في الدنيا ولا خارجا عنها"

“Segala sesuatu yang terlintas di dalam benakmu dari segala sifat-sifat benda maka jangan sekali-kali engkau berkeyakinan bahwa Allah bersifat walaupun dalam satu segi dari sifat-sifat tersebut. Allah sama sekali tidak bertempat, maka Dia bukan berada di dalam alam dunia ini, juga buka berada di luarnya”[2].

Dalam kitab karya beliau lainnya berjudul Kasyifah as-Saja Syarh Safînah an-Naja, Asy-Syaikh Nawawi menuliskan sebagai berikut:

    من ترك أربع كلمات كمل إيمانه أين ووكيف ومتى وكم،فإن قال لك قائل أين الله؟ فجوابه ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك كيف الله؟فقل ليس كمثله شيئ، وإن قال لك متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء،وإن قال لك قائل كم الله؟ فقل له واحد لا من قلة قل هو الله أحد

“Faedah: Barangsiapa meninggalkan empat kalimat ini (artinya tidak mempertanyakan kalimat tersebut kepada Allah) maka sempurnalah keimanannya, yaitu; di mana, bagaimana, kapan, dan berapa. Jika seseorang berkata kepada anda: Di mana Allah? Maka jawablah: Dia ada tanpa tempat dan tidak terikat oleh waktu. Jika ia berkata: Bagaimana Allah? Maka jawablah: Dia tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya. Jika ia berkata: Kapan Allah ada? Maka jawablah: Dia Allah al-Awwal; ada tanpa permulaan dan Dia al-Akhir; ada tanpa penghabisan. Jika ia berkata: Berapa Allah? Maka jawablah: Dia Allah Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia Maha Esa bukan dari segi hitungan yang berarti sedikit. -Tetapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya”[3].

Dalam kitab tafsir karyanya berjudul At-Tafsîr al-Munir Li Ma’alim at-Tanzil, Syaikh Nawawi al-Bantani dalam menafsirkan QS. Al-A’raf: 54 pada firman Allah “Tsumma Istawa ‘Ala al-‘Arsy” menuliskan sebagai berikut:

    "وَالْوَاجِبُ عَلَيْنَا أَنْ نَقْطَعَ بِكَوْنِهِ تَعَالَى مُنَزَّهًاعَنِ الْمَكَانِ وَالْجِهَةِ..."

“Wajib bagi kita menetapkan keyakinan bahwa Allah Maha Suci dari tempat dan arah”[4]. 

Oleh : Ust. Kholil Abu Fatih, Lc.

[1] Ats-Tsimaral-Yani’ah i ar-Riyadl al-Badi’ah, h. 5
[2] Nurazh-Zhalam Syarh ‘Aqidah al-‘Awam, h. 37
[3] Kasyifah as-Saja Bi Syarh Safinah an-Naja, h. 9
[4] At-Tafsiral-Munir, j. 1, h. 282


Rabu, 19 Oktober 2016

Menasabkan Anak Kepada Selain Bapak Kandung


Dalam kitab Fathul Baari disebutkan :

حدثنا  أصبغ بن الفرج حدثنا ابن وهب أخبرني عمرو عن جعفر بن ربيعة عن عراك عن أبي  هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا ترغبوا عن آبائكم فمن رغب عن  أبيه فهو كفر

Janganlah kalian membenci kepada ayahmu sendiri sehingga mengaku orang lain sebagai ayahnya, karena barangsiapa  yang membenci ayahnya sendiri, maka perbuatan itu merupakan kekafiran.

CATATAN : Kufur di sini bukan kufur yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka, seperti dijelaskan di bawah, berikut ini :

الحاشية رقم: 1
قوله : ( أخبرني عمرو ) هو ابن الحارث ، وعراك بكسر المهملة وتخفيف الراء وآخره كاف ، هو ابن مالك .
قوله : ( عن أبي هريرة ) في رواية مسلم عن هارون بن سعيد عن ابن وهب بسنده إلى عراك أنه سمع أبا هريرة .
قوله  : ( لا ترغبوا عن آبائكم فمن رغب عن أبيه فهو كفر ) كذا للأكثر وكذا لمسلم  ، ووقع للكشميهني " فقد كفر " ، وسيأتي في " باب رجم الحبلى من الزنا " في  حديث عمر الطويل " لا ترغبوا [ ص: 56 ] عن آبائكم فهو كفر بربكم " .
قال  ابن بطال : ليس معنى هذين الحديثين أن من اشتهر بالنسبة إلى غير أبيه أن  يدخل في الوعيد كالمقداد بن الأسود ، وإنما المراد به من تحول عن نسبته  لأبيه إلى غير أبيه عالما عامدا مختارا ، وكانوا في الجاهلية لا يستنكرون  أن يتبنى الرجل ولد غيره ويصير الولد ينسب إلى الذي تبناه حتى نزل قوله  تعالى : ادعوهم لآبائهم هو أقسط عند الله وقوله سبحانه وتعالى : وما جعل  أدعياءكم أبناءكم فنسب كل واحد إلى أبيه الحقيقي وترك الانتساب إلى من  تبناه ، لكن بقي بعضهم مشهورا بمن تبناه فيذكر به لقصد التعريف لا لقصد  النسب الحقيقي ، كالمقداد بن الأسود ، وليس الأسود أباه ، وإنما كان تبناه ،  واسم أبيه الحقيقي عمرو بن ثعلبة بن مالك بن ربيعة البهراني ، وكان أبوه  حليف كندة فقيل له الكندي ، ثم حالف هو الأسود بن عبد يغوث الزهري فتبنى  المقداد فقيل له ابن الأسود . انتهى ملخصا موضحا .
قال  : وليس المراد بالكفر حقيقة الكفر التي يخلد صاحبها في النار ، وبسط القول  في ذلك ، وقد تقدم توجيهه في مناقب قريش وفي كتاب الإيمان في أوائل الكتاب  .
وقال بعض الشراح : سبب إطلاق الكفر هنا أنه كذب على  الله ، كأنه يقول خلقني الله من ماء فلان ، وليس كذلك لأنه إنما خلقه من  غيره ، واستدل به على أن قوله في الحديث الماضي قريبا : ابن أخت القوم من  أنفسهم و مولى القوم من أنفسهم ليس على عمومه ؛ إذ لو كان على عمومه لجاز  أن ينسب إلى خاله مثلا وكان معارضا لحديث الباب المصرح بالوعيد الشديد لمن  فعل ذلك ، فعرف أنه خاص ، والمراد به أنه منهم في الشفقة والبر والمعاونة  ونحو ذلك .

Ini tentang menasabkan anak kepada selain bapaknya :

- Riyadh al-Shalihin

عَنْ  سَعْدِ بن أبي وقَّاصٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النبيَّ صَلّى اللهُ  عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ : مَن ادَّعَى إلى غَيْرِ أبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ  أنَّهُ غَيْرُ أبِيهِ فَالجَنَّةُ عَلَيهِ حَرامٌ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Sa'ad Ibn Abu Waqqash ra bahwa Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa  yang mengaku anak dari selain ayahnya, padahal dia tahu bahwa yang  diakunya bukan ayahnya, maka dia haram masuk surga”. (Muttafaq 'alaih).

Hadis ini diriwayatkan juga oleh Al-Bukhari, Hadits no. 6269; Muslim, Hadits no. 95 dan 96; Abu Daud, Hadits no. 4449; Ibn Majah, Hadits no. 2900; Ahmad, Hadits no. 1375, 1415, 1471, 19501 dan 19566; Ad-Darimi, Hadits no. 2418 dan 2736.

- Riyadh al-Shalihin 1803 :

وَعَنْ  أبي هُريْرَة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَن النَّبيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ  وسَلَّم قَالَ : لا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أبيهِ  فَهُوَ كُفْرٌ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah ra dari Nabi SAW yang bersabda : “Janganlah  kalian membenci kepada ayahmu sendiri sehingga mengaku orang lain  sebagai ayahnya, karena barangsiapa yang membenci ayahnya sendiri, maka  perbuatan itu merupakan kekafiran”.

Wallahu a’lam

Piss-KTB

LINK ASAL :
www.fb.com/groups/piss.ktb/1205265666162906/

Kamis, 13 Oktober 2016

Fatwa Lengkap Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari Tentang Syiah


(Fatwa Syaikh Hasyim Asy’ari dan Habib Salim bin Ahmad bin Jindan tentang Syi’ah Imamiyah)

Fatwa Pendiri Nahdhatul 'Ulama Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (1292-1366 H, 1875-1947 M) Tentang Syi’ah

المقالة

الأولى: فصل في بيان تمسك أهل جاوى بمذهب أهل السنة والجماعة، وبيان ابتداء ظهور البدع وانتشارها في أرض جاوى، وبيان أنواع المبتدعين في هذا الزمان. قد كان مسلموا الأقطار الجاوية في الأزمان السالفة الخالية متفقي الآراء والمذهب ومتحدي المأخذ والمشرب، فكلهم في الفقه على المذهب النفيس مذهب الإمام محمد بن إدريس، وفي أصول الدين على مذهب الإمام أبي الحسن الأشعري، وفي التصوف على مذهب الإمام الغزالي والإمام أبي الحسن الشاذلي رضي الله عنهم أجمعين. ثم إنه حدث في عام الف وثلاثمائة وثلاثين أحزاب متنوعة وآراء متدافعة وأقوال متضاربة، ورجال متجاذبة، فمنهم سلفيون قائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين والتمسك بالكتب المعتبرة المتداولة، ومحبة أهل البيت والأولياء والصالحين، والتبرك بهم أحياء وأمواتا، وزيارة القبور وتلقين الميت والصدقة عنه واعتقاد الشفاعة ونفع الدعاء والتوسل وغير ذلك…ومنهم رافضيون يسبون سيدنا أبا بكر وعمر رضي الله عنهما ويكرهون الصحابة رضي الله عنهم، ويبالغون هوى سيدنا علي وأهل بيته رضوان الله عليهم أجميعن، قال السيد محمد في شرح القاموس: وبعضهم يرتقي إلى الكفر والزندقة أعاذنا الله والمسلمين منها. قال القاضي عياض في الشفا: عن عبد الله بن مغفل قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (الله الله في أصحابي لا تتخذوهم غرضا بعدى فمن أحبهم فبحبي أحبهم ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم ومن آذاهم فقد آذانى ومن آذانى فقد آذى الله ومن آذى الله يوشك أن يأخذه) وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فمن سبهم فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله منه صرفا ولا عدلا) وقال صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فإنه يجئ قوم في آخر الزمان يسبون أصحابي فلا تصلوا عليهم ولا تصلوا معهم ولا تناكحوهم ولا تجالسوهم وإن مرضوا فلا تعودوهم) وعنه صلى الله عليه وسلم (من سب أصحابي فاضربوه) وقد أعلم النبي صلى الله عليه وسلم أن سبهم وآذاهم يؤذيه وأذى النبي صلى الله عليه وسلم حرام فقال (لا تؤذوني في أصحابي ومن آذاهم فقد آذانى) وقال (لا تؤذوني في عائشة) وقال في فاطمة (بضعة منى يؤذيني ما آذاها). اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة، ص 9-10).


Maqolah 1

Pasal untuk menjelaskan penduduk Jawi berpegang kepada madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah, dan awal kemunculan bid’ah dan meluasnya di Jawa, serta macam-macam ahli bid’ah di zaman ini. Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya.

Di bidang Fiqh, mereka berpegang kepada madzhab Imam Syafi’i, di bidang Ushuluddin berpegang kepada madzhab Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan di bidang Tasawwuf berpegang kepada madzhab Abu Hamid al-Ghazali dan Abu al-Hasan asy-Syadzili, semoga Allah meridhai mereka semua. Kemudian pada tahun 1330 H muncul kelompok, pandangan, ucapan dan tokoh-tokoh yang saling berseberangan dan beraneka ragam.

Di antara mereka adalah kaum Salaf yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu mereka dengan bermadzhab dengan satu madzhab dan kitab-kitab mu’tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang shalih, selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, men-talqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafa'at, manfaat do'a dan tawassul serta lain sebagainya.

Di antara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencaci Sayyidina Abu Bakar dan ‘Umar radhiallahu anhum, membenci para sahabat Nabi dan berlebihan dalam mencintai Sayyidina ‘Ali dan anggota keluarganya, semoga Allah meridhai mereka semua.

Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka bahkan sampai pada tingkatan kafir dan zindiq, semoga Allah melindungi kita dan umat Islam dari aliran ini.

Berkata Al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitab Asy-Syifa bi Ta’rif Huquq Al-Musthafa, dari Abdillah ibn Mughafal, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah mengenai sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan mereka sebagai sasaran caci-maki sesudah aku tiada. Barangsiapa mencintai mereka, maka semata-mata karena mencintaiku. Dan barangsiapa membenci mereka, maka berarti semata-mata karena membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan at-Tirmidzi Juz V/hal. 696 Hadits No. 3762)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah kamu mencela para sahabatku, maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah.” (HR. Abu Nu’aim, Ath-Thabrani dan Al-Hakim)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah kamu mencaci para sahabatku, sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para sahabatku, maka jangan kamu menshalati atas mereka dan shalat bersama mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka, jika sakit jangan kamu jenguk mereka.” Nabi shallallahu alaihi wasallam telah kabarkan bahwa mencela dan menyakiti mereka adalah juga menyakiti Nabi, sedangkan menyakiti Nabi haram hukumnya.

Rasul shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Jangan kamu sakiti aku dalam perkara sahabatku, dan siapa yang menyakiti mereka berarti menyakiti aku.” Beliau bersabda, “Jangan kamu menyakiti aku dengan cara menyakiti Fathimah. Sebab Fathimah adalah darah dagingku, apa saja yang menyakitinya berarti telah menyakiti aku.” (Risalat Ahli Sunnah wal Jama’ah, h.9-10)

المقالة الثانية: وليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة إلا المذاهب الأربعة، اللهم إلا مذهب الإمامية والزيدية وهم أهل البدعة لا يجوز الاعتماد على أقاويلهم. اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة في تأكد الأخذ بمذاهب الأئمة الأربعة، ص 29).

Maqolah 2

Bukanlah yang disebut madzhab pada masa-masa sekarang ini dengan sifat yang demikian itu kecuali Madzahib Arba’ah (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad).

Selain dari pada itu, seperti madzhab Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah, mereka adalah ahul bid’ah yang tidak boleh berpegang kepada pandangan-pandangan mereka. (Risalah fi Ta’akkud Al-Akhdzi bi Al-Madzahib Al-Arba’ah, h.29)

المقالة الثالثة: أما أهل السنة فهم أهل التفسير والحديث والفقه، فإنهم المهتدون المتمسكون بسنة النبي صلى الله عليه وسلم والخلفاء بعده الراشدين، وهم الطائفة الناجية، قالوا وقد اجتمعت اليوم في مذاهب أربعة الحنفيون والشافعيون والمالكيون والحنبليون، ومن كان خارجا عن هذه الأربعة في هذا الزمان فهو من المبتدعة. اهـ اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، زيادة تعليقات، ص 24-25).


Maqolah 3

Adapun Ahlusunnah, mereka adalah para Ahli Tafsir, Hadits dan Fiqih. Sungguh merekalah yang mendapat petunjuk dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan para Khalifah yang rasyid setelah beliau.

Mereka adalah ‘kelompok yang selamat’ (thaifah najiyah).

Para ulama berkata, pada saat ini kelompok yang selamat itu terhimpun dalam madzhab yang empat; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Maka siapa saja yang keluar atau di luar empat madzhab itu adalah ahlul bid’ah di masa ini. (Ziyadat Ta’liqat, h. 24-25)

المقالة الرابعة وَاصْدَعْ بِمَاتُؤْمَرُ لِتَنْقَمِعَ الْبِدَعُ عَنْ اَهْلِ اْلمَدَرِوَالْحَجَرِ. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “اِذَاظَهَرَتِ الْفِتَنُ اَوِالْبِدَعُ وسُبَّ اَصْحَابِيْ فَلْيُظْهِرِالْعَالِمُ عِلْمَهُ فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ

Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku dicaci-maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barangsiapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat malaikat dan semua orang.” (Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul 'Ulama)

Fatwa Al-Habib Al-Musnid Syaikh Salim bin Ahmad bin Jindan (1324-1389 H, 1906-1969 M) Tentang Syi’ah dan Rafidhah

المقالة الأولى: من هم الرافضة؟ هم الذين ينتحلون حب أهل البيب وليسوا كذلك ويزعمون أنهم أتباع أكابر أهل البيت مثل الحسنين وأبيهما وعلي بن الحسين وزيد بن علي رضي الله عنهم وهم يتبرأون من أبي بكر وعمر وعثمان ومعاوية وعمرو بن العاص وأنصارهم رضوان الله عليهم أجمعين فيسبونهم. (الراعة الغامضة في نقض كلام الرافضة, ص 1)

Siapakah golongan Rafidhah itu? Mereka adalah kaum yang suka mengklaim palsu kecintaan terhadap Ahlul Bait, padahal mereka tidaklah demikian. Mereka mengaku sebagai pengikut para tokoh utama Ahlul Bait seperti Al-Hassan dan Al-Husain dan ayah mereka berdua (Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib), juga ‘Ali bin Al-Husain (Zainal Abidin), dan Zaid bin ‘Ali—semoga Allah meridhai mereka, namun mereka berlepas diri dari Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina ‘Umar, Sayyidina ‘Utsman, Sayyidina Mu’awiyah, Sayyidina ‘Amr bin ‘Ash dan para penolong mereka, dan mencaci mereka semuanya. (Kitab Ar-Ra’at Al-Ghamidhsh fi Naqdh Kalam Ar-Rafidhah, hlm. 1)

المقالة الثانية: واتفق بجواز لعن شاتمهم في حديث ابن عمر ما رواه الترمذي والخطيب قوله عليه السلام: إذا رأيتم الذين يسبون أصحابي فقولوا لعنة الله على شركم فهذا لا ريب في ذلك لأن شرار هذه الأمة الذين يسبون أصحاب نبيهم, والسب والذم على أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم من سنة الرافضة والشيعة. فهؤلاء يسميهم أهل السنة يهود هذه الأمة, بل كانت اليهود خيرا منهم لو سألنا رجلا يهوديا عن أصحاب موسى ليقول هؤلاء خيارنا وأحباءنا ولو سألنا النصراني أيضا عن حواري عيسى ليقول هؤلاء هم سادتنا وخيارنا ولو سألنا الروافض والشيعة عن أصحاب محمد ليقولون إنهم أشرارنا وظالمونا قاتلهم الله أنى يؤفكون! والحاصل أن الرافضة وأذنابهم ثبت في الكتاب والسنة أنهم من أهل النار مع إثبات الكفر عليهم والخروج من الدين الإسلامي وإن كانوا يزعمون أنفسهم مسلمين, أوليست اليهود والنصارى أنهم مسلمون من أهل الجنة؟؟؟ ولذلك قال الله تعالى ليس بأمانيكم ولا أماني أهل الكتاب من يعمل سوءا يجز به (النساء: 122) وإن كان مسلما يزعم أنه من أمة محمد صلى الله عليه وسلم فهو من أهل الفرق الضالة خارج عن السنة والجماعة وكان من أهل النار (الراعة الغامضة في نقض كلام الرافضة, ص 7-8)

Disepakati akan bolehnya melaknat orang yang mencerca para sahabat.

Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar radhiallahu anhu, sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Jika kamu melihat orang-orang yang mencela para sahabatku maka ucapkanlah laknat Allah atas kejahatan kalian!” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Khatib).

Hal ini tak diragukan lagi sebab orang-orang yang mencaci para sahabat Nabi adalah seburuk-buruk umat ini. Cacian dan cercaan kepada para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah tradisi kaum Rafidhah dan Syiah secara umum.

Mereka itulah yang dinamakan ‘Yahudi Islam’, yaitu kaum Yahudi-nya umat ini.

Bahkan umat Yahudi lebih baik daripada mereka, sebab jika kita tanyakan tentang sahabat Nabi Musa, mereka jawab, mereka adalah para kekasih orang-orang pilihan kami. Jika kita tanyakan orang Nashrani tentang para Hawari Nabi 'Isa, mereka jawab, bahwa Hawari 'Isa adalah para pemimpin dan orang terbaik kami. Namun jika kita tanyakan tentang para sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam kepada kaum Rafidhah dan Syiah, mereka jawab, bahwa para sahabat adalah orang-orang yang jahat dan zalim!

Semoga Allah perangi mereka karena ucapan keji itu.

Kesimpulannya, kaum Rafidhah dan para pengekornya (Syiah) telah ditetapkan dalam Qur’an dan Sunnah adalah ahli neraka dengan penetapan kekufuran atas mereka dan telah keluar dari agama Islam, betapa pun mereka tetap mengaku muslim.

Sebab, bukankah Yahudi dan Nashrani juga tetap mengaku muslim (pasrah) kepada Allah, dan mengklaim diri mereka ahli surga?!

Oleh karena itulah, Allah berfirman: Bukan karena angan-angan kalian dan juga angan-angan Ahli Kitab, siapa saja yang mengerjakan keburukan maka ia akan dibalas setimpal (QS. An-Nisa: 122). Dan jika dia tetap kukuh mengaku muslim dari umat Muhammad shallallahu alaihi wasallam, maka ia tergolong pengikut sekte sesat dan telah keluar dari garis sunnah dan jama’ah, dan termasuk ahli neraka. (hlm.7-8)

المقالة الثالثة: فيجب على كل مسلم مخلص الإيمان عالم بلذة إسلامه وطعم إيمانه أن يؤدي شكره لأبي بكر الصديق فضلا عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن وجدنا أشرار هذه الأمة ويهودها يعني الروافض سبوه وطعنوه ورموه بالظلم و حاشا أن يكون للطيب صاحب سوء –يعني بالطيب النبي صلى الله عليه وسلم- ولكن الروافض هم الكافرون, وحكمنا بالكفر على من سب أحدا من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم مثل الخلفاء الراشدين لا يحبهم إلا مؤمن ولا يبغضهم إلا منافق معاند كافر ملعون من السبع الأرضين والسموات ألا إن لعنة الله على الكافرين (الراعة الغامضة في نقض كلام الرافضة, ص 11)

Maka wajib atas setiap muslim yang ikhlas dalam imannya, dan merasakan kelezatan Islam dan rasa imannya, untuk menunaikan rasa terimakasih kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, terlebih lagi kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Akan tetapi kita telah dapati seburuk-buruk umat ini dan Yahudinya, yaitu kaum Rafidhah, telah mencaci dan mendiskreditkan beliau (Abu Bakar radhiallahu anhu) dan menuduhnya berbuat zalim.

Sungguh mustahil orang yang baik (yaitu Nabi Muhammad) memiliki teman yang jahat, namun kaum Rafidhah itulah orang kafir, dan kami telah memvonis kekufuran atas siapa saja yang mencaci salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, seperti Khulafa’ Rasyidin.

Hanya orang mukmin lah yang mencintai mereka, dan hanya orang munafik, keras kepala, dan kafir lah yang membenci mereka. Orang itu dikutuk dari tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit, ingatlah bahwa laknat Allah atas orang-orang kafir! (hlm. 11).

(Sumber dari Islampos)

Pesan Penting Pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari Kepada Umat Islam Terkait Wahabi


Penting bagi umat Islam Indonesia mengetahui sejarah agama mereka, bagaimana ke-bid'ah-an muncul dan menyebar di Jawa dan di wilayah lainnya. Yang demikian itu agar umat Islam tidak tertipu oleh propaganda orang-orang di luar Ahlussunnah wal Jama'ah. Ke-bid'ah-an yang dimaksud adalah munculnya gerakan Wahabi.

Ulama Besar Indonesia, Pendiri NU Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sejak semula telah memberikan peringatan kepada umat Islam terkait kemunculan dan penyimpangan kelompok Wahabi. Beliau jelaskan pada pasal khusus di dalam kitab monumentalnya yaitu Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah.

Beberapa poin penting yang disampaikan oleh beliau adalah:

- Umat Islam Indonesia sejak dahulu bersepakat dan bersatu dalam pandangan keagamaan, baik fiqh, aqidah dan tasawuf. Persatuan umat Islam ini belakangan dirusak oleh kelompok Wahabi. Sejarah kemunculan Wahabi adalah perusak persatuan umat Islam dan hingga kini mereka tetap sebagai perusak.

- Sekitar awal abad 14 Hijriyah, muncul perselisihan sehingga umat Islam terpecah.

1. Umat Islam Salafiyyin yang tetap berpegang teguh pada tradisi ulama, bermadzhab, cinta pada Ahlul Bait, cinta wali Allah, cinta orang shalih, melakukan tabarruk (ngalap berkah), ziarah kubur, talqin mayyit, menyakini syafa'at, ber-tawassul dan sebagainya. Salafiyyin yang dimaksud di sini adalah panganut salafush shaleh yang asli (bukan Wahabi). 

2. Umat Islam yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, serta melaksanakan ke-bid'ah-an Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi (pendiri Wahabi), Ibnu Taimiyah dan muridnya: Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dan Abdul Hadi.

- Betapa Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sangat menentang kelompok kedua tersebut karena mengharamkan praktek keagamaan yang telah disepakati oleh umat Islam. 

- Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari juga mengutip perkataan ulama bahwa kelompok kedua tersebut bagaikan duri dalam daging yang merusak keutuhan umat Islam, bahkan menjadi cobaan berat bagi umat Islam.

- Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari juga menghimbau kepada umat Islam agar menjauhi kelompok tersebut agar tidak tertular. Beliau mengibaratkan mereka sebagai kelompok yang terkena lepra dan suka mempermainkan agama. 

- Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari juga membongkar cara mereka menyebarkan ajarannya, yaitu dengan cara menyebarkan propaganda kepada orang yang masih kurang ilmunya agar kebodohan diri mereka tidak bisa diketahui.

- Tidak hanya itu, Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari dengan pandangannya yang tajam telah mengetahui bahwa mereka memang berusaha menguasai jaringan teknologi (media) untuk menyebarkan permusuhan dan kekacauan. Mereka menganggap telah ber-amar ma'ruf nahi munkar, melakukan propaganda mengajak ke syari'at dan menjauhi ke-bid'ah-an, padahal itu kedustaan mereka. 

Berikut teks penjelaskan Hadhratusy Syaikh KH. Hasyim Asy'ari dalam رِسَالَةُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ atau Risalatu Ahlissunnah wal Jama'ah :

فصل: في بيان تمسك أهل جاوى بمذهب أهل السنة والجماعة، وبيان ابتداء ظهور البدع وانتشارها في أرض جاوى، وبيان أنواع المبتدعين في هذا الزمان

Pasal : Menjelaskan Penduduk Jawa Berpegang kepada Madzhab Ahlusunnah wal Jama'ah dan Awal Kemunculan Bid'ah dan Meluasnya di Jawa serta Macam-macam Ahli Bid'ah di Zaman ini

قد كان مسلموا الأقطار الجاوية في الأزمان السالفة الخالية متفقي الآراء والمذهب ومتحدي المأخذ والمشرب، فكلهم في الفقه على المذهب النفيس مذهب الإمام محمد بن إدريس، وفي أصول الدين على مذهب الإمام أبي الحسن الأشعري، وفي التصوف على مذهب الإمام الغزالي والإمام أبي الحسن الشاذلي رضي الله عنهم أجمعين

Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya. Di bidang Fiqh, mereka berpegang kepada madzhab Imam Syafi'i, di bidang Ushuluddin berpegang kepada madzhab Abu al-Hasan al-Asy'ari, dan di bidang Tasawwuf berpegang kepada madzhab Abu Hamid al-Ghazali dan Abu al-Hasan asy-Syadzili, semoga Allah meridhai mereka semua.

ثم إنه حدث في عام الف وثلاثمائة وثلاثين أحزاب متنوعة وآراء متدافعة وأقوال متضاربة، ورجال متجاذبة، فمنهم سلفيون قائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين والتمسك بالكتب المعتبرة المتداولة، ومحبة أهل البيت والأولياء والصالحين، والتبرك بهم أحياء وأمواتا، وزيارة القبور وتلقين الميت والصدقة عنه واعتقاد الشفاعة ونفع الدعاء والتوسل وغير ذلك.

Kemudian pada tahun 1330 H timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran dan pertikaian di kalangan para pemimpin. Di antara mereka ada yang berafiliasi pada kelompok Salafiyyin yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu. Mereka bermadzhab kepada satu madzhab tertentu dan berpegang teguh kitab-kitab mu'tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang shalih. Selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, men-talqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafa'at, manfaat do'a dan tawassul serta lain sebagainya

ومنهم فرقة يتبعون رأي محمد عبده ورشيد رضا، ويأخذون من بدعة محمد بن عبد الوهاب النجدي، وأحمد بن تيمية وتلميذيه ابن القيم وعبد الهادي

Di antara mereka (sekte yang muncul pada kisaran tahun 1330 H.), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan ke-bid'ah-an Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.

فحرموا ما أجمع المسلمون على ندبه، وهو السفر لزيارة قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم، وخالفوهم فيما ذكر وغيره

Mereka mengharamkan hal-hal yang telah disepakati oleh orang-orang Islam sebagai sebuah ke-sunnah-an, yaitu bepergian untuk menziarahi makam Rasulullah Saw serta berselisih dalam kesepakatan-kesepakatan lainnya.

قال ابن تيمية في فتاويه: وإذا سافر لاعتقاد أنها أي زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم طاعة، كان ذلك محرما بإجماع المسلمين، فصار التحريم من الأمر المقطوع به

Ibnu Taimiyah menyatakan dalam Fatawa-nya: "Jika seseorang bepergian dengan berkeyakinan bahwasanya mengunjungi makam Nabi Saw sebagai sebuah bentuk ketaatan, maka perbuatan tersebut hukumnya haram dengan disepakati oleh umat Muslim. Maka keharaman tersebut termasuk perkara yang harus ditinggalkan."

قال العلامة الشيخ محمد بخيت الحنفي المطيعي في رسالته المسماة تطهير الفؤاد من دنس الإعتقاد: وهذا الفريق قد ابتلي المسلمون بكثير منهم سلفا وخلفا، فكانوا وصمة وثلمة في المسلمين وعضوا فاسدا

Al-'Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muth'i menyatakan dalam kitabnya Thathhir al-Fuad min Danas al-I'tiqad (Pembersihan Hati dari Kotoran Keyakinan) bahwa: "Kelompok ini sungguh menjadi cobaan berat bagi umat Muslim, baik salaf maupun khalaf. Mereka adalah duri dalam daging (musuh dalam selimut) yang hanya merusak keutuhan Islam."

يجب قطعه حتى لا يعدى الباقي، فهو كالمجذوم يجب الفرار منهم، فإنهم فريق يلعبون بدينهم يذمون العلماء سلفا وخلفا

Maka wajib menanggalkan/menjauhi (penyebaran) ajaran mereka agar yang lain tidak tertular. Mereka laksana penyandang lepra yang mesti dijauhi. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka. Hanya bisa menghina para ulama, baik salaf maupun khalaf

ويقولون: إنهم غير معصومين فلا ينبغي تقليدهم، لا فرق في ذلك بين الأحياء والأموات يطعنون عليهم ويلقون الشبهات، ويذرونها في عيون بصائر الضعفاء، لتعمى أبصارهم عن عيوب هؤلاء

Mereka menyatakan: "Para ulama bukanlah orang-orang yang terbebas dari dosa, maka tidaklah layak mengikuti mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal." Mereka menyebarkan (pandangan/asumsi) ini pada orang-orang bodoh agar tidak dapat mendeteksi kebodohan mereka

ويقصدون بذلك إلقاء العداوة والبغضاء، بحلولهم الجو ويسعون في الأرض فسادا، يقولون على الله الكذب وهم يعلمون، يزعمون أنهم قائمون بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، حاضون الناس على اتباع الشرع واجتناب البدع، والله يشهد إنهم لكاذبون.

Maksud dari propaganda ini adalah munculnya permusuhan dan kericuhan. Dengan penguasaan atas jaringan teknologi, mereka membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menyebarkan kebohongan mengenai Allah, padahal mereka menyadari kebohongan tersebut. Menganggap dirinya melaksanakan amar makruf nahi munkar, merecoki masyarakat dengan mengajak untuk mengikuti ajaran-ajaran syari'at dan menjauhi kebid'ahan. Padahal Allah Maha Mengetahui, bahwa mereka berbohong.


Oleh : Ibnu L' Rabassa
(Dari redaksi muslimedianews.com)

Ini Kitab Karya KH. Hasyim Asy’ari Yang Diubah Wahabi, Demi Mengajak Warga NU Memusuhi Syiah


Ini adalah bukti scan kitab asli karya Pendiri NU yang berjudul Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah. Wahabi mengatakan bahwa para Ketua NU seperti Gus Dur, KH. Hasyim Muzadi, dan KH. Said Aqil Siradj yang “bersahabat” dengan Muslim Syiah yang lurus sebagai berkhianat terhadap pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ari. Sebagai bukti, Wahabi menerbitkan kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” susunan KH. Hasyim Asy’ari yang sayangnya sudah diubah/di-tahrif oleh Wahabi. Sehingga kata-kata Rafidhi (Syiah Rafidhah yang sesat karena menghina sahabat), diubah oleh Wahabi sebagai Syi’i (semua Syi’ah) sebagai sesat. Jadi Syiah yang lurus yang tidak menghina sahabat pun dianggap sesat oleh Wahabi.

Nah sebagian ustadz muda NU yang ilmu dan wawasannya masih rendah, tertipu oleh "kitab palsu" Wahabi tersebut. Sehingga ikut-ikutan menganggap semua Syiah sesat. Mereka akhirnya su'udzan terhadap ulama sepuh NU, termasuk Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj, seolah-olah Kiai Said Aqil ini Syiah atau pembela Syiah yang tidak menganggap semua Syiah itu sesat.

Sama halnya dengan Wahabi, ulama muda yang masuk NU Garis Lurus ini akhirnya tercemar paham Khawarij yang meragukan keadilan ulama NU yang sudah sepuh.

Ini adalah hasil scan kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah" karya KH. Hasyim Asy’ari yang asli:


Perhatikan yang dikecam oleh KH. Hasyim Asy’ari adalah Rafidhah yang menghina sahabat seperti Abu Bakar dan Umar. Kemudian juga di halaman berikutnya yang dikecam adalah Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi, Ibnu Taimiyyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha. Ibnul Qayim, dst. Jika kita teliti lebih lanjut, sebenarnya Hadhratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari telah mengurutkan antara firqah-firqah yang berbahaya itu. Dan yang terletak di urutan pertama dan paling berbahaya ialah Wahabi.


NU itu didirikan terutama untuk membendung paham Wahabi. Sebelum NU didirikan, para ulama pendiri NU membentuk Komite Hijaz untuk membela kebebasan bermadzhab di Mekkah. Saat itu Kerajaan Najd dengan bantuan Zionis Inggris menyerang dan menguasai Kerajaan Hijaz tahun 1925.

Aliran Wahabi yang terkenal puritan, berupaya menjaga kemurnian agama dari musyrik dan bid’ah namun secara membabi-buta dan melalui kekerasan. Beberapa tempat bersejarah, seperti rumah Nabi Muhammad Saw dan sahabat, termasuk makam Nabi Muhammad pun hendak dibongkar. Umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) merasa sangat prihatin kemudian mengirimkan utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian disebut dengan Komite Hijaz.

Komite Hijaz ini merupakan sebuah panitia kecil yang dipimpin oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah. Setelah berdiri, Komite Hijaz menemui Raja Ibnu Suud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan beberapa permohonan, seperti meminta Hijaz memberikan kebebasan kepada umat Islam di Arab untuk melakukan ibadah sesuai dengan madzhab yang mereka anut. Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul 'Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.

Adapun lima permohonan yang disampaikan oleh Komite Hijaz, yaitu:

1. Memohon diberlakukan kemerdekaan bermadzhab di negeri Hijaz pada salah satu dari madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Atas dasar kemerdekaan bermadzhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara imam-imam shalat Jum’at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan madzhab tersebut di bidang tasawuf, aqidah maupun fiqih ke dalam negeri Hijaz, seperti karangan Imam Ghazali, Imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudah terkenal kebenarannya.

2. Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal. Sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fathimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya berdasarkan firman Allah; “Hanyalah orang yang meramaikan masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah”, dan firman-Nya, “Dan siapa yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi orang lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk merobohkannya?

3. Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan biaya yang harus diserahkan oleh jama'ah haji kepada syaikh dan muthawwif dari mulai Jeddah sampai pulang lagi ke Jeddah. Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tidak dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.

4. Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.

5. Jam’iyah Nahdlatul 'Ulama (NU) memohon balasan surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut.

Dari situ kita tahu pendirian NU erat kaitannya dengan paham Wahabi. Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama'ah diterima oleh Raja Ibnu Saud. Makam Nabi Muhammad yang akan dibongkar pun tidak jadi dihancurkan.

(Disarikan dari kabarislamia.com) via muslimedianews.com

Rabu, 12 Oktober 2016

Ternyata tradisi Ahlussunnah Wal Jama'ah seperti Maulidan, Diba, dan Barzanji itu lebih dekat dengan tradisi Hadramaut Yaman


Hadramaut menjadi rujukan keilmuan masyarakat tanah air, tak lepas dari hubungan historis-agamis antara kedua wilayah. Bahkan, hubungan itu telah berlangsung sekian abad, sebelum negara Indonesia berdiri. Ikatan tersebut setidaknya terjalin melalui tiga hal, yaitu dakwah Islam, pendidikan, dan perdagangan. Walisongo yang dikenal sebagai penyebar Islam di tanah Jawa pada abad ke 15 dan 16 M, leluhur mereka berasal dari Hadramaut. Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarqand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tempat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh, daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi bahwa Walisongo keturunan Hadramaut, diberikan oleh Muhammad Al-Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan.

Al-Baqir memiliki sekian bukti, di antaranya, pertama, penjelasan L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886 M. Dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies Arabes dans l’archipelIndien (1886), ia menyebut secara spesifik abad ke-15 M sebagai era maraknya kedatangan juru dakwah dari Arab. Abad ini merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Sebagaimana abad ini jauh lebih awal dari abad ke-18 M yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al-Habsyi, Al-Haddad, Al-Aydrus, Al-Aththas, Al-Jufri, bin Syihab, bin Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.

Kedua, hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.

Ketiga, kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi’i bercorak tasawwuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba dan Barzanji, beragam Shalawat Nabi, do'a Nur Nubuwwah, Yasinan, Tahlil, dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu dan Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al-Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha (yuris atau ahli fiqih) maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi’i dengan pengamalan tasawwuf dan pengutamaan Ahlul Bait. Teori-teori tersebut menegaskan pendapat terkuat bahwa sebagian besar Walisongo adalah keturunan Hadramaut, Yaman. Karena itu, pendapat lainnya dianggap lemah dan tidak berdasar.

Membaca silsilah keturunan Walisongo, akan terbaca nama Abdul Malik bin Alwi. Dialah pria yang hijrah dari Hadramaut ke India, lalu keturunannya memasuki Nusantara sejak abad ke-14 M. Ia merupakan keturunan Al-Imam Al-Muhajir, seorang keturunan Rasulullah yang hijrah dari Bashrah, Irak, ke Hadramaut Yaman, sehingga wilayah tandus ini “dibanjiri” para keturunan Nabi Muhammad SAW. Walisongo sangat dikenal masyarakat Hadramaut, terutama oleh tokoh masyarakatnya.Mereka menyebutnya al-auliya al-tis’ah (para wali yang sembilan).

Pada periode selanjutnya, keturunan Al-Imam Al-Muhajir, yaitu ‘Alawiyyin atau dikenal dengan nama habaib, makin membanjiri Nusantara. Hal ini terjadi khususnya pada abad ke-18 M. van den Berg secara khusus menyorot saat-saat banyaknya imigran Hadramaut berdatangan. Pria yang pernah menjadi penasihat Belanda dalam soal Islam/Arab, dalam risetnya itu membuat beberapa kesimpulan. Menurutnya, sebelum 1859 M tidak tersedia data jelas mengenai jumlah orang Arab yang bermukim di Hindia Belanda. Di dalam catatan statistik resmi, mereka dirancukan dengan orang Benggali (India) dan orang asing beragama Islam.

Sejak 1870 M, dengan dimulainya pelayaran kapal uap kedatangan para imigran Hadramaut makin meningkat. Natalie Mobini Kesheh dalam Hadrami Awakening – Kebangkitan Hadhrami di Indonesia menyebut, kemudahan fasillitas ini didukung pula dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun1869 M. Para habaib, kata van den Berg, cenderung cepat berasimilasi dengan penduduk setempat. Ia menyimpulkan, keturunan Arab mulai datang secara massal ke Hindia Belanda pada tahun-tahun terakhir abad ke-18 M. Sedangkan kedatangan mereka di pantai Malabar (India) jauh lebih awal.

Peningkatan ini, sebut Kesheh, tercermin dari gambaran berbagai sensus sejak 1885 M yang mengindikasikan bahwa saat itu terdapat 20.501 muhajir Arab tinggal di daerah jajahan Belanda: 10.888 muhajir Arab di Jawa dan Madura, serta 9.613 muhajir Arab di luar pulau. Hal ini menunjukkan peningkatan 45 persen dan 96 persen berturut-turut dalam periode 15 tahun sejak 1870 M. Mayoritas imigran berasal dari wilayah Katiri, salah satu dinasti yang pernah berkuasa di Hadramaut, khususnya dari lembah yang membentang antara kota Shibam dan Tarim.

Perhentian mereka yang pertama adalah Aceh. Dari sana mereka lebih memilih ke Palembang dan Pontianak. Keturunan Arab mulai banyak menetap di pulau Jawa pada 1820 M, sedangkan di Indonesia Timur pada 1870 M. Pendudukan Singapura oleh Inggris pada 1819 M, dan kemajuan besar negara pulau ini dalam bidang perdagangan dan ekonomi, membuat koloni Inggris ini menggantikan peran Aceh sebagai perhentian pertama kedatangan para imigran Hadramaut. Memang tidak ada kesepakatan atas pernyataan dari mana asal-usul Hadrami di Indonesia. Namun yang jelas imigran tersebut berasal dari berbagai lapisan masyarakat, yakni Sayyid (keturunan Nabi Muhammad SAW), masyayikh (sarjana), qaba-il (anggota suku), dan masakin (orang miskin atau tidak bekerja).

Menurut Alwi Syahab, di Hadramaut, menurut taksiran pada1366 H, keturunan Imam Ahmad Al-Muhajir, berjumlah 70 ribu jiwa, terdiri dari 200 marga. Jumlah ini diyakini jauh lebih kecil dibandingkan keturunannya yang bermukim di Indonesia. Mereka umumnya datang dari Hadramaut tanpa istri. Di tanah Nusantara, mereka kemudian menikahi wanita-wanita setempat. Karena itulah mereka menyebut pribumi Indonesia dengan akhwal yang berarti saudara dari ibu. Konon, banyak diantara istri penduduk setempat itu kemudian dibawa ke Hadramaut. Sekembalinya mereka di Tanah Air mereka membuat nasi kebuli dengan bumbu-bumbu Hadramaut. Padahal di Hadramaut sebagian besar penduduk tidak makan nasi, melainkan masakan dari gandum.

Ikatan historis antara Indonesia dengan Hadramaut juga dibuktikan dengan penggunaan beberapa kata bahasa Indonesia dan Jawa dalam bahasa ‘ammiyah (prokem) masyarakat Hadramaut hingga saat ini. Seperti kata kemul (jawa), selimut, sarung, sambal, kerupuk, plafon, dan sebagainya. Marga-marga habaib di Indonesia akan ditemui pula di Hadramaut, seperti Mauladdawilah, Assegaff, bin Syaikh Abu Bakar, Al-Aththas, Al-Jufri, bin Syihab, Al-Hamid, Al-Masyhur, dan sebagainya.

Beberapa ulama Indonesia mempunyai hubungan erat dengan tokoh-tokoh ulama di Hadramaut. Ziarah dan silaturahim tetap berkesinambungan sampai saat ini. Terutama saat ziarah Akbar Nabiyullah Hud ‘alaihissalam pada bulan Sya’ban. Sebagaimana ulama Hadramaut juga sering berdakwah ke berbagai tempat di Indonesia, seperti Pengasuh Rubath Tarim Habib Salim bin Abdullah As-Syathiri, Pengasuh Darul Musthafa Tarim Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh, Rektor Universitas Al-Ahgaff Prof Habib Abdullah Muhammad Baharun, Rektor Universitas Al-Imam Al-Syafi’i Syaikh Muhammad Ali Ba’athiyyah, dan lainnya.

Bila dicermati, kegiatan bertabligh di Indonesia hingga saat ini, tetap berada di tangan para kyai dan alawiyyin. Mereka tersebar di pelosok-pelosok kepulauan Indonesia. Alawiyyin yang lebih dikenal dengan sebutan “Sayyid”, “Habib”, “Ayib” ini tetap dicintai di mana-mana dan memegang peranan rohani, sebagaimana juga di negara Islam lain. Kebiasaan dan tradisi Alawiyyin diikuti dalam perayaan maulid Nabi, haul, nikah, upacara-upacara kematian, yasinan, tahlil, dan sebagainya.

Hubungan historis antara Hadramaut dan Nusantara dibuktikan dengan fakta unik lainnya. Sebagian putera Indonesia, beberapa di antaranya menjadi orang besar di Yaman. Setelah masa studi, mereka tidak menetap kembali di tanah air. Sebut saja Habib Zain bin Abdul Qodir bin Smith, seorang ulama Yaman, penulis kitab produktif dan Pengasuh Rubath Al-Madinah Al-Munawwarah, Saudi Arabia. Ulama ini lahir di Bogor, Jawa Barat.

Selain itu, terdapat nama Syaikh Fadlal bin Abdurrahman Ba Fadlal, penulis kitab Manahil Al-Irfan, Ketua Majlis Fatwa Tarim Hadramaut hingga tahun 2000. Pria ini dilahirkan di Cirebon Jawa Barat. Tak hanya ulama, putra Indonesia juga sukses menjadi negarawan di Yaman. Misalnya Umar Rasyid Baragba, mantan Menteri Perminyakan Yaman. Ia dilahirkan dan dibesarkan di Tulungagung, Jawa Timur.

Sumber: Ustadz Faris Khoirul Anam >>sholawat.co

Nasehat Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari

Diterjemahkan dari kitab Al-Mawa’idz karya Hadhratus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari Pendiri Nahdlatul 'Ulama, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Bismillahirrahmanirrahim

(Risalah ini) dari makhluk yang termiskin, bahkan pada hakikatnya dari orang yang tidak punya sesuatu apapun, Muhammad Hasyim Asy’ari semoga Allah SWT mengampuni keturunannya dan seluruh umat muslim. Kepada teman-teman yang mulia penduduk tanah Jawa dan sekitarnya, baik ulama maupun masyarakat umum.

Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Sungguh telah sampai kepadaku (sebuah kabar) bahwa api fitnah dan pertikaian telah terjadi di antara kalian semua. Kurenungkan sejenak apakah kiranya penyebab dari itu semua. Kemudian aku berkesimpulan bahwa penyebab itu semua adalah karena masyarakat zaman sekarang telah banyak yang mengganti dan merubah kitab Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 10: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu.”

Sementara masyarakat sekarang menjadikan orang mukmin sebagai musuh dan tidak ada upaya untuk mendamaikan di antara mereka, bahkan ada kecenderungan untuk merusaknya. Rasulullah SAW bersabda: “Jangan kalian saling menebar iri dengki, jangan kalian saling membenci dan jangan saling bermusuhan. Jadilah kalian bersaudara wahai hamba-hamba Allah SWT.”

Sementara masyarakat zaman sekarang saling iri dengki, saling membenci, saling bersaing (dalam urusan dunia) dan akhirnya mereka menjadi bermusuhan. Wahai para ulama yang fanatik terhadap sebagian madzhab dan pendapat. Tinggalkanlah fanatik kalian dalam urusan-urusan far’iyyah (tidak fundamental) yang di dalamnya ulama (masih) menawarkan dua pendapat, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa “Setiap mujtahid (niscaya) benar”. Serta pendapat yang mengatakan “Mujtahid yang benar (pasti hanya) satu, namun (mujtahid) yang salah tetap mendapat pahala”.

Tinggalkanlah fanatik (kalian) dan tinggalkanlah jurang yang akan merusak kalian. Lakukanlah pembelaan terhadap agama Islam, berjuanglah kalian untuk menangkis orang-orang yang mencoba melukai Al-Qur'an dan sifat-sifat Allah SWT. Berjuanglah kalian untuk menolak orang-orang yang berilmu sesat dan akidah yang merusak. Jihad untuk menolak mereka adalah wajib. Dan sibukkanlah dirimu untuk senantiasa berjihad melawan mereka.

Wahai manusia! Di antara kalian ada orang-orang kafir yang memenuhi negeri ini, maka siapa lagi yang yang bisa diharapkan bangkit untuk mengawasi mereka dan serius untuk menunjukkannya ke jalan yang benar?

Wahai para ulama, untuk urusan seperti ini (baca; membela Al-Qur'an dan menolak orang yang menodai agama), maka bersungguh-sungguhlah kalian dan silakan kalian berfanatik. Adapun fanatik kalian untuk urusan-urusan agama yang bersifat far’iyyah dan mengarahkan manusia ke madzhab tertentu atau pendapat tertentu, maka itu adalah suatu hal yang tidak akan diterima Allah SWT dan tidak senangi oleh Rasulullah SAW.

Yang membuat kalian semua bertindak seperti itu tiada lain kecuali hanya kefanatikan kalian (terhadap madzhab tertentu), bersaing dalam bermadzhab dan saling hasut. Sungguh, kalau saja Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Hajar dan Imam Ramliy masih hidup, maka pasti mereka akan sangat ingkar dan tidak sepakat atas (perbuatan) kalian dan tidak mau bertanggungjawab atas apa yang kalian perbuat.

Kalian mengingkari sesuatu yang masih dikhilafi para ulama, sementara kalian melihat banyak orang yang tak terhitung jumlahnya, meninggalkan shalat yang hukumannya menurut Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad adalah potong leher. Dan kalian tidak mengingkarinya sedikitpun. Bahkan ada di antara kalian yang telah melihat banyak melihat tetangganya tidak ada yang melaksanakan shalat, tapi diam seribu bahasa.

Lantas bagaimana kalian mengingkari sebuah urusan far’iyyah yang terjadi perbedaan pendapat di antara ulama? Sementara pada saat yang sama kalian tidak (pernah) mengingkari sesuatu yang (nyata-nyata) diharamkan agama seperti zina, riba, minum khamar dll.

Sama sekali tidak pernah terbersit dalam benak kalian untuk terpanggil (mengurusi) hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Kalian hanya terpanggil oleh rasa fanatisme kalian kepada Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hajar. Yang hal itu akan menyebabkan tercerai-berainya persatuan kalian, terputusnya hubungan keluarga kalian, terkalahkannya kalian oleh orang yang bodoh-bodoh, jatuhnya wibawa kalian di mata masyarakat umum dan harga diri kalian akan jadi bahan omongan orang-orang yang tolol dan akhirnya kalian akan (membalas) merusak mereka sebab gunjingan mereka seputar kalian. (Itu semua terjadi) karena daging kalian telah teracuni dan kalian telah merusak diri kalian dengan dosa-dosa besar yang kalian perbuat.

Wahai para ulama, apabila kalian melihat orang yang mengamalkan pendapat dari para imam ahli madzhab yang memang boleh untuk diikuti, walaupun pendapat itu tidak unggul, apabila kalian tidak sepakat dengan mereka, maka jangan kalian menghukuminya dengan keras, tapi tunjukkanlah mereka dengan lembut. Dan apabila mereka tidak mau mengikuti anjuran kalian, maka jangan sekali-sekali kalian menjadikan mereka sebagai musuh. Perumpamaan orang-orang yang melakukan hal di atas adalah seperti orang yang membangun gedung tapi merobohkan tatanan kota.

Jangan kalian jadikan keengganan mereka untuk mengikuti kalian, sebagai alasan untuk perpecahan, pertikaian dan permusuhan. Sesungguhnya perpecahan, pertikaian dan permusuhan adalah kejahatan yang mewabah dan dosa besar yang bisa merobohkan tatanan kemasyarakatan dan bisa menutup pintu kebaikan.

Untuk itu, Allah SWT melarang hamba-Nya yang mukmin dari pertentangan dan Allah SWT. mengingatkan mereka bahwa akibatnya sangat buruk serta ujung-ujungnya sangat menyakitkan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 46: “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.”

Wahai orang-orang muslim, sesungguhnya di dalam tragedi yang terjadi hari-hari ini, ada ‘ibrah (hikmah) yang banyak serta nasehat yang sangat layak diambil oleh orang yang cerdas dari hanya mendengarkan mau’idzahnya para penceramah dan nasehatnya pada mursyid.

Ingatlah bahwa kejadian di atas adalah merupakan kejadian yang setiap saat akan selalu menghampiri kita. Maka apakah bagi kita bisa mengambil ‘ibrah dan hikmah? Dan apakah kita sadar dari lelap dan lupa kita?

Dan kita mesti sadar, kebahagiaan kita itu tergantung dari sifat tolong menolong kita, persatuan kita, kejernihan hati kita dan keikhlasan sebagian dari kita kepada yang lain. Ataukah kita tetap berteduh di bawah perpecahan, pertikaian, saling menghina, hasut dan kesesatan? Sementara agama kita satu, yaitu Islam dan madzhab kita satu, yaitu Imam Syafi’i dan daerah kita juga satu yaitu Jawa. Dan kita semua adalah pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah.

Maka demi Allah SWT, sesungguhnya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik madzhab adalah musibah yang nyata dan kerugian yang besar.

Wahai orang-orang Islam, bertaqwalah kepada Allah SWT dan kembalilah kalian semua kepada Kitab Tuhan kalian. Dan amalkan sunnah Nabi kalian serta ikutilah jejak para pendahulu kalian yang shaleh-shaleh. Maka kalian akan berbahagia dan beruntung seperti mereka.

Bertaqwalah kepada Allah SWT. dan damaikanlah orang-orang yang berseteru di antara kalian. Saling tolong menolonglah kalian atas kebaikan dan taqwa. Jangan saling tolong menolong atas dosa dan aniaya, maka Allah SWT. akan melindungi kalian dengan rahmat-Nya dan akan menebarkan kebaikan-Nya. Jangan seperti orang yang berkata: “Aku mendengarkan” padahal mereka tidak mendengarkan.

Wassalamu fi al-mabda’ wa al-khitam.

(Sumber dari kangluqman)

Selasa, 11 Oktober 2016

Wushul kepada Allah Menurut Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari

Wushul adalah sampai, wushul ilaallah ialah melihat Allah dengan ainul bashiroh (mata hati) yang mana dalam kenyakinan orang yang sudah wushul tersebut telah benar-benar yakin akan adanya Allah. Hal ini berbeda dengan penglihatan mata secara dzahir. Wushul  ini merupakan pengalaman kerohanian bukan secara nyata seperti halnya Nabi Musa yang secara jasmani takkan mampu melihat Allah, tetapi pingsannya Nabi Musa adalah tanda bahwa ruhaninya melihat Allah. Terkait wushul setiap insan mempunyai potensi untuk wushul kepada Allah sesuai yang dikendaki-Nya, hal itu bisa dilalui melalui guru, ber-thariqat dan lain-lain.

Dalam kitabnya Jami’ah Al-Maqhasid, Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari menjelaskan cara wushul kepada Allah sebagaimana berikut:

  • Taubat (meninggalkan) dari segala hal yang haram dan yang makruh.
  • Mencari ilmu sesuai kebutuhan.
  • Melanggengkan diri dalam keadaan suci.
  • Melanggengkan diri untuk melakukan shalat fardhu di awal waktu dengan berjama'ah.
  • Melanggengkan diri untuk melakukan shalat sunnah rawatib.
  • Melanggengkan diri untuk melaksanakan shalat dhuha sebanyak delapan raka'at.
  • Melanggengkan diri untuk melakukan shalat sunnah sebanyak enam raka'at di antara Maghrib dan Isya.
  • Melakukan shalat malam dan shalat witir.
  • Puasa sunnah di hari Senin dan Kamis.
  • Puasa sunnah tiga hari dalam ayyamuk biid (pertengahan bulan Hijriyah, ketika bulan purnama).
  • Puasa di hari-hari mulia.
  • Membaca Al-Qur'an dengan penuh penghayatan.
  • Memperbanyak Istighfar.
  • Memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
  • Melanggengkan diri untuk membaca dzikir-dzikir yang disunnahkan di pagi hari dan sore hari.

Di antara dzikir-dzikir tersebut adalah:

Allahuma bika nusbihu wa bika numsi wa bika nuhyi wabika namutu wa ilaikan nusur shobahan wal masir masyaan, asabahna waasbaha milku lillahi walhamdu lillahi wal kibriyau wal adhomatu lillahi wal kholqu lillahi wal amru, wal lailu wannaharu ma wa ma sakana fihima lillahi. Allahumma ma asbaha bii min ni’matin aw biahadin min kholqika faminka wahdaka la syarika laka, falakal hamdu walakas syukru. (dibaca3x)

Allahumma inni asbahtu asyhaduka wa asyahadu hamlata ‘arsyika wa malaikatika wa jami’i kholkiak, innaka anta allahu la ilah illa anata wahdaka la syarika laka wa inna muhammadan ‘abduka wa rusuluka (dibaca 4X)

Roditubillahi rabba wa bil islami dinan wabisayyidina muhammadin nabiyya warosulla (dibaca 3x)

Amanar rosulu bima unzila ilaihi mir robbihi wal mu’mina kullun amana billahi wa malaikatuhu wa kutubihi wa rusuulihi la nuaffariqu baina ahadim min rusulihi wa qolu sami’na wa atho’na ghufronaka robbana wa ilaikal mashiru la yukallifullaahu nafsan illa wus’aha laha ma kasabat wa’ alaiha maktasabat robbana la taukhidna in nashina au akhho’na robbana wa la tahmil a’laina ishron kama hamaltahu a’lladzina min qoblina robbana wa la tuhammilna ma la thoqota lana bihi wa’fu anna waghfir lana warhamna anta maulana fanshurna ala qoumil kafirin, fain tawallau faqul hasbiyallahu la ilaha illa huwa ‘alaihi tawakkaltu wa huwa robbul arsyil ‘adhim (dibaca 7 x).

Fa subhanallahi hina tumsunabwa hina tusbihun wa lahul hamdu…. hingga firman Allah “tuhrojuna”.

Surat Yasin

‘Audzu billahis sami’il ‘alimi minas syaithonir rojim (dibaca 3x)

Lau anzalna hadzal qur’ana ala jabalin laroaitahum li sajidin.. hingga akhir surat.

Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas (dibaca 3x)

‘Audzu bi kalimatillahit tammati min ghodobihi wa ‘iqobihi wa syarri ‘ibadihi wa min  hamazatis syathini wa an yadhurruni (dibaca 3x)

Astaghfirullahal adhim alladzi la ilaha illa huwal hayyul qoyyumu wa atubu ilaihi (dibaca 3x)

Jika masih memiliki waktu dianjurkan membaca:

Subahanallahi wal hamdu lillahi wala ilaha illallahu wallahu akbaru (100x)

Wa lahaula wa la quwawata illa billahil ‘aliyyil ‘adhim (dibaca 100x)

La ilaha illahu wahdahu la syarika lahu lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qodirun (dibaca 100x atau 3 x)

Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammadin ‘abdika wa nabyyika wa habibika wa rosulikan nabiiyil ummiyil wa’ala alihi wa shohbihi wa sallim (dibaca 100x atau 3 x)

Demikian, semoga kita mendapat pertolongan-Nya, diberikan taufiq-Nya agar mendapat hidayah-Nya meniti jalan yang benar sehingga kita dapat benar-benar wushul kepada-Nya.

(Sumber dari tebuireng.org)