Minggu, 09 Oktober 2016

Aqidah Aswaja An-Nahdliyah

Pada zaman Rasulullah Saw masih ada, perbedaan pendapat di antara kaum muslimin (sahabat) langsung dapat diselesaikan dengan kata akhir dari Kanjeng Nabi Muhammad. Tapi sesudah beliau wafat, penyelesaian semacam itu tidak ditemukan. Perbedaan sering mengendap lalu muncul lagi sebagai pertentangan dan permusuhan di antara mereka. Sesungguhnya pada mulanya, persengketaan akibat pertentangan imamah, bukan persoalan akidah. Dari situ, kemudian merambah ke dalam wilayah agama. Terutama seputar hukum seorang muslim yang berbuat dosa besar dan bagaimana statusnya ketika ia mati, apakah tetap mukmin atau sudah kafir.

Dari situ, pembicaraan tentang akidah masa berikutnya meluas kepada persoalan-persoalan Tuhan dan manusia. Terutama terkait perbuatan manusia dan kekuasaan Tuhan. Demikian juga tentang sifat Tuhan, keadilan Tuhan, melihat Tuhan, ke-huduts-an dan ke-qadim-an sifat-sifat Tuhan dan kemakhlukan Al-Qur’an. Dalam mempertahankan pendapat tentang persoalan tersebut terjadi perbedaan yang sangat tajam dan saling bertentangan.

Di tengah-tengah pertentangan itu, lahirlah dua kelompok moderat yang berusaha mengkompromikan keduanya. Kelompok ini kemudian dinamakan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Dua kelompok itu adalah Asy’ariyah yang didirikan oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah, 260 H/873 M, wafat di Baghdad, 423 H/935 M) dan Maturidiyah yang didirikan oleh Imam Abu Manshur al-Maturidi (lahir di Maturid-Samarkand, wafat 333 H).

(Sumber dari : ahlussunnah.org)