Kamis, 06 Oktober 2016

Hukum Menginjak Atau Duduk Di Atas Kuburan


Maqbarah adalah suatu tempat yang harus sering kita kunjungi karena dengan berziarah ke tempat pemakaman akan menjadi penyebab bagi kita untuk mengingat kematian sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.”

Akan tetapi berziarah juga mempunyai adab-adab seperti memakai pakaian yang sopan, mengucapkan salam, tidak selfy-an dan sebagainya.

Namun bagaimanakah hukumnya jika untuk berziarah kesebuah kuburan kita harus menginjak atau menduduki kuburan-kuburan lain?

Jawaban:
Hukum menginjak kuburan atau mendudukinya agar bisa sampai ke kuburan yang kita tuju adalah boleh. 

و) كره جلوس على القبر المحترم و اتكاء عليه و استناد اليه و ( وطء عليه الا لضرورة) اي حاجة بان حال القبر عمن يزوره و لو اجنبيا بان لا يصل اليه الا بوطئه فلا يكره و فهم بالأولى عدم الكرهة لضرورة الدفن. و الحكمة في عدم الجلوس و نحوه توقير الميت و احترامه
و اما خبر مسلم انه صلى الله عليه و سلم قال * لن يجلس احدكم على حمرة فتخلص الى جلده خير له من ان يجلس على قبر*
ففسر الجلوس عليه بالجلوس للبول و الغائط و هو حرام بالاجماع اما غير المحترم كقبر مرتد و حربي فلا كرهة في الجلوس و نحوه و لا يحرم البول و التغوط على قبورهم

"Dimakruhkan duduk, menginjak, berjalan dan bersandar atas kuburan orang yang dihormatkan kecuali karena hajat seperti kondisi kuburan yang dipenuhi dengan penziarah dan kita tidak akan sampai ke kuburan yang kita tuju kecuali dengan berjalan di atas kuburan lain, maka tidak dimakruhkan berjalan lebih-lebih lagi tidak makruh menginjak apabila pemakaman tersebut berdesakan.

Adapun hadits yang menyatakan ‘’Duduk di atas bara api lebih bagus daripada duduk di atas kuburan’’ ditafsirkan dengan duduk untuk kencing atau berak maka hukumnya haram dengan ijma’ para ulama.

Sedangkan kuburan orang yang tidak dihormatkan seperti kuburan orang murtad, kuburan kafir harbi maka tidak makruh duduk atau menginjaknya walau tidak ada hajat, dan tidak haram kencing atau berak di atas kuburan tersebut."

Referensi:
Kitab Nihayatuzzain, hal 179, Cetakan Daarul Qutub Islamiyah.

(Dari redaksi ngaji.web.id)