Jumat, 07 Oktober 2016

Disunnahkan Mengusap Kepala Anak Yatim pada 10 Muharram


Idul Yatama, diartikan sebagai hari raya anak-anak yatim yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram (Asyuro). Salah satu tradisi-tradisi Asyuro yang banyak diterangkan dalam kitab ulama. Pada dasarnya istilah ini bukan bermaksud membuat hari raya baru sebagaimana Ied syar'i seperti Idul Fitri dan Idul Adha.

Penyebutan istilah Ied hanya sebagai ungkapan kegembiraan dan kesenangan. Orang-orang kadang biasa menyebut hari yang menggembirakan sebagai "hari raya (ied)". Dalam syair-syair Arab pun banyak menggunakan kata 'Ied tetapi tidak maksudkan sebagai  Ied yang sebenarnya. Demikian pula dengan istilah Idul Yatama yang dimaksudkan sebagai Hari Anak Yatim, sebagaimana Hari Santri, Hari Pahlawan, Hari Kemerdekaan, Hari Pohon (peduli lingkungan), Hari Ibu dan sejenisnya.

Maksud dari Hari Anak Yatim adalah hari menyantuni anak-anak yatim, momen yang mengingatkan masyarakat tentang anak-anak yatim yang perlu mendapat santunan / uluran tangan. Momen tersebut tidak pula dimaksudkan hanya berlangsung pada hari itu atau sehari dalam setahun, karena menyantuni anak yatim bisa dilakukan kapanpun. Sebagian orang kadang melakukan pemelintiran, bila ada hari yang digunakan sebagai momen tertentu maka di hari yang lain kegiatan itu tidak berlangsung. Ini salah paham, bisa pula sengaja disalahpahami.

Momentum 10 Muharram atau Asyuro diambil karena ada anjuran pada hari tersebut untuk menyantuni anak-anak yatim serta ada balasan yang besar dari Allah SWT berupa diangkatnya derajat orang yang menyantuni anak yatim pada hari tersebut. Seperti halnya momentum Hari Santri diusulkan bertepatan dengan hari Resolusi Jihad (22 Oktober) karena momen tersebut tidak lepas dari perjuangan para santri dan ulama pesantren. Hari Pahlawan bertepatan dengan 10 November untuk mengenang perjuangan rakyat Indonesia, dan lain sebagainya.

Di dalam kitab Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan,

وورد في فضل مسح رأس اليتيم حديث أخرجه احمد والطبراني عن أبي امامة بلفظ من مسح رأس يتيم لا يمسحه الا لله كان له بكل شعرة تمر يده عليها حسنة وسنده ضعيف ولأحمد من حديث أبي هريرة ان رجلا شكى إلى النبي صلى الله عليه و سلم قسوة قلبه فقال اطعم المسكين وامسح رأس اليتيم وسنده حسن

"Dan telah datang hadits-hadits mengenai keutamaan mengusap kepala anak yatim yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dari Abu Umamah dengan pernyataan (lafadh) "Barangsiapa mengusap kepala anak yatim yang semata-mata karena Allah  di setiap rambut yang ia usap, niscaya Allah berikan kebaikan", sanadnya lemah (dhoif). Juga hadits dari Abu Hurairah "Sesungguhnya seorang lelaki mengadu pada Nabi SAW tentang kerasnya hatinya, Nabi bersabda "Berikan makanan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim", sanadnya Hasan.

Dalam riwayat lain :

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح.

Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda: “Usaplah  kepala anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: “Para perawinya  adalah para perawi hadits shahih.” Lihat, Al-Hafizh al-Dimyathi, Al-Matjar al-Rabih fi Tsawab al-‘Amal al-Shalih, hlm 259)

Dalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-i wal Mursalin li-Samarqandi disebutkan riwayat dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً

"Barangsiapa yang puasa para hari Asyuro (tanggal 10) bulan Muharram niscaya Allah akan memberikan 10000 pahala malaikat dan pahala 10.000 pra syuhada', dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyuro niscaya Allah angkat derajatnya  pada setiap rambut yang diusapnya".

Hadits ini memang tidak kuat, tetapi ulama membolehkan menentukan hari untuk beramal kebajikan. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan mengenai riwayat Ibnu Umar sebagai berikut:

وفي هذا الحديث على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحه والمداومه على ذلك

“Hadits ini, dengan jalur-jalurnya yang berbeda, mengandung dalil bolehnya menentukan sebagian hari, dengan sebagian amal-amal shaleh dan melakukannya secara rutin" (Fath al-Bari, 3/69).

Makna Mengusap Kepala Anak Yatim

Berkaitan dengan mengusap anak kepala anak yatim (Mas-hu Ro'yi Yatiim), ulama mengartikannya sebagai makna hakiki (makna yang sebenarnya) yaitu mengusap kepala anak yatim dengan tangan, dan ulama lainnya mengartikannya sebagai makna kinayah (kiasan) berupa melakukan perbuatan baik seperti santunan kepada anak yatim dan perlakuan lembah lembut dan sebagainya.

والمراد من المسح في الحديث الثاني حقيقته كما بينه آخر الحديث وهو (من مسح رأس يتيم لم يمسحه إلا لله كان له بكل شعرة تمر عليها يده عشر حسنات ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده كنت أنا وهو في الجنة كهاتين وقرن بين أصبعيه) . وخص الرأس بذلك لأن في المسح عليه تعظيما لصاحبه وشفقة عليه ومحبة له وجبرا لخاطره، وهذه كلها مع اليتيم تقتضي هذا الثوب الجزيل، وأما جعل ذلك كناية عن الإحسان فهو غير محتاج إِلَيْهِ لِأَن ثَوَاب الْإِحْسَان الَّذِي هُوَ أَعلَى وأجلّ قد ذكر بعده

"Maksud dari "mengusap" dalam hadits kedua adalah makna hakiki (yang sebenarnya) sebagaimana diterangkan oleh hadits lain, yaitu "Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim semata-mata karena Allah, niscaya Allah berikan sepuluh kebaikan pada  setiap helai rambutnya, dan barangsiapa memperbaiki anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada disisinya niscaya aku dan dia bersamanya seperti ini, dan Nabi menggandeng antara jarinya". Penyebutan kata ro'sun/kepala secara khusus karena mengusap kepala mengandung pengertian sikap penghargaan, kasih sayang, cinta kasih dan mengayomi kebutuhan yang diusap, semua itu bila dilakukan pada anak yatim maka mendapatkan pahala. Adapun mengartikannya secara kinayah (kiasan / bukan makna sebenarnya) berupa perbuatan kebajikan tidaklah dibutuhkan, karena pahala kebajikan yang lebih tinggi telah disebutkan setelahnya..." (Al-Fatawa al-Haditsiyyah li-Ibni Hajar al-Haitami, 1/43)

 قال الطيبي: مسح رأس اليتيم كناية عن الشفقة والتلطف إليه، ولما لم تكن الكناية منافية لإرادة الحقيقة لإمكان الجمع بينهما

"Abu Thayyib berkata: "Mengusap kepala anak yatim adalah sebuah kinayah tentang kasih sayang, sikap lemah lembut, dan  makna kinayah tidak bertentangan dengan hakiki karena dimungkinkan untuk dipadukankan keduanya". (Mirqatul Mafatih, 8/3115) 

Tradisi Para Ulama Ahli Hadits

Mengusap kepala anak yatim juga termasuk di antara tradisi Asyuro yang sudah dilakukan oleh umat Islam sejak dahulu, termasuk oleh ulama Ahli Hadits. Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, dalam kitabnya Al-Majalis menjelaskan banyak kebiasaan-kebiasaan ulama yang dilakukan  pada Asyuro sebagai berikut:

فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ
اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا  

"Beberapa faedah amalan shaleh pada hari Asyuro : 1) Mandi pada hari Asyuro. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyuro. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakit selama setahun. Ini bukan hadits,  akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. 2) Bersedekah kepada fakir miskin. 3) Mengusap kepala  anak yatim. 4) Memberi buka orang yang berpuasa.5) Memberi minuman kepada orang lain. 6) Mengunjungi saudara seagama. 7) Menjenguk orang sakit. 8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orangtua. 9) Menahan amarah dan emosi. 10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya. 11) Memperbanyak ibadah shalat, do'a dan istighfar. 12) Memperbanyak dzikir kepada Allah. 13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan. 14) Berjabatan tangan dengan orang yang dijumpainya. 15) Memperbanyak membaca surat Al-Ikhlas sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah Al-Ikhlas pada hari Asyuro, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab Al-Majalis hal. 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

Penjelasan yang sama juga dikemukan oleh Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama Syafi’iyyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur, hal. 82, sebagai berikut:

فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ

"Pada hari Asyuro terdapat duabelas amalan yang memiliki keutamaan: 1) Puasa, 2) Memperbanyak ibadah shalat. 3)  Silaturrahmi dengan keluarga dan family. 4) Berziarah kepada ulama. 5) Menjenguk orang sakit. 6) Memakai celak mata. 7)  Mengusap kepala anak yatim. 8) Bersedekah kepada fakir miskin. 9) Mandi. 10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa.  11) Memotong kuku. 12) Membaca surah Al-Ikhlas 1000 kali".

Dalam hal ini pula, kita bisa mengatakan bahwa tradisi-tradisi berupa mengusap kepala anak yatim (yang diambil istilah Idul Yatama), dan berbagai tradisi Asyuro lainnya bukanlah tradisi Syi'ah. Tetapi murni Islami, berasal Ahlussunnah wal-Jama’ah dan Ahli Hadits. Wallahu a'lam.


Oleh : Abdurrohim/madnatuliman.com
Diolah dari berbagai sumber, dan di bawah tinjauan aktifis LBM NU


(Sumber dari : muslimoderat.com)